Esensi Seorang Anak


Belakangan ini saya sangat tertarik dengan isu motherhood. Sewaktu kuliah dulu, pada mata kuliah Perempuan dan Keadilan, dosen saya pernah berkata begini: "Banyak perempuan bisa melahirkan tapi tidak banyak perempuan yang dapat membesarkan anaknya dengan baik." Hal ini terus membayangi saya bahkan sampai saat ini. Dalam sebuah artikel jurnal atau buku yang pernah saya review  pada mata kuliah Perlindungan Anak ada sebuah perumpamaan yang sangat menarik yaitu

"You cut a rose, you release a tornado..."

Perumpamaan ini sangat menarik untuk dikaitkan dengan anak. Ketika seorang perempuan memiliki anak, maka besertanya tumbuhlah tanggung jawab yang begitu besar. Dibaliknya ada kewajiban yang luar biasa berat menunggu untuk diselesaikan. Itulah mengapa motherhood itu sangatlah tidak mudah.  Hal ini membuat saya berpikir, apakah perempuan-perempuan yang menjalani motherhood saat ini memikirkan apa yang saya pikirkan? Ada beberapa hal yang coba saya ingin diskusikan mengapa motherhood itu menjadi sangat berat.

  • Membesarkan anak berarti kembali bersekolah. 
Sadar atau tidak menjalani motherhood adalah proses yang begitu berat saking beratnya mungkin bisa dikatakan seperti kembali bersekolah. Hanya saja, tidak sama seperti ketika saya misalnya memilih untuk berkuliah di UI dengan program studi Kriminologi, lulus dengan predikat tertentu dan IPK tertentu yang lulus minimal dalam 3,5 tahun dan maksimal 6 tahun. Memiliki seorang anak merupakan sebuah sekolah seumur hidup. Perjuangan tanpa henti, tanpa rasa lelah dan melibatkan seluruh emosi. Ketika melahirkan dan kemudian memilih menjalani motherhood berarti kita telah memilih untuk mendaftarkan diri sebagai guru seumur hidup dan panutan terbaik bagi anak yang kita besarkan tersebut, terlepas dari anak biologis atau maupun bukan. deal untuk menjalani motherhood merupakan deal seumur hidup dan mempertaruhkan masa depan satu atau bahkan beberapa makhluk hidup lainnya. 

Kembali bersekolah berarti kembali menimba ilmu dari nol. Belajar memahami sebuah materi dari awal dan itulah yang harus dihadapi saat menjalani motherhood. Bukan menjadi sosok yang paling tahu dan berhak mengadili semua perilaku sang anak. Bukan pula menjadi pihak yang mengetahui mana yang paling benar dan mana yang paling buruk dengan menggunakan kacamata kuda. Tapi menjadi pihak yang mau dan mampu mengalahkan ego untuk berdiskusi sejenak untuk menentukan yang terbaik bagi anak. Karena hakikatnya menjadi seorang orang tua bukanlah membesarkan anak untuk melanjutkan cita-cita yang tidak tercapai tetapi untuk membuat sang anak menjadi seorang individu yang memiliki masa depannya sendiri sesuai dengan pilihannya sebagai manusia.
  • Membesarkan anak sama dengan mendamaikan diri 
Mengapa mendamaikan diri sendiri? Apa esensinya? Memilih untuk membesarkan anak bukanlah sebuah pilihan untuk sekedar mendapatkan kelucuan, tawa dan bermain bersama seorang bayi yang lucu nan imut, kemudian mendadani mereka dengan pakaian yang lucu dan menarik hati. Membesarkan seorang anak adalah sebuah proses mendamaikan diri. Banyak penelitian yang telah mengungkapkan bahwa bayi memiliki keterikatan dengan orang-orang disekitarnya, khususnya sang ibu terkait emosi. Sebelum memilih untuk membesarkan anak terlebih dahulu haruslah memiliki kematangan secara psikologi. Berdamai dengan diri sendiri adalah sebuah proses yang paling tepat untuk dilakukan sebelum memiliki anak, karena setelah memiliki anak waktu kita menjadi sangat terbatas, istirahat yang terbatas, mata yang masih mengantuk serta depresi pasca melahirkan yang bagi beberapa orang tidak dapat terhindarkan menjadi bencana psikologis. Hal ini tidak hanya merugikan dalam proses motherhood namun juga merugikan sang bayi. 

Keadaan psikologis yang labil, rasa lelah berlebih, depresi pasca melahirkan atau pasangan yang tidak mengerti situasi dapat menjadikan anak sebagai korban dari kemarahan. Kemarahan sangat mungkin dilakukan pada anak terlebih pandangan terhadap anak yang inferior membuat "sang ibu" memilih untuk melampiaskan kemarahan kepada sang anak. Padahal kemarahan yang dilampiaskan kepada sang anak dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan otak anak. Hal ini sungguh merugikan kedua belah pihak, serta merugikan proses motherhood. kestabilan emosi menjadi sangat-sangat penting dalam memilih untuk membesarkan seorang anak. Melatih kemarahan dengan menggunakan skala merupakan salah satu jalan yang tepat untuk dipilih, menarik napas dan berdiam sesaat merupakan solusi terbaik untuk tidak melampiaskan kemarahan. 
  • Mengubah cara pandang "AKU" menjadi "DIA"
Ini adalah hal yang cukup berat, khususnya bagi perempuan. Ketika memilih menjalani motherhood, menjadi hal yang sangat sulit untuk mengatakan bahwa "aku ingin ke sini", "aku mau menjadi ini", "aku harus begini" atau "aku harus seperti ini". Sangat sulit untuk mengatakan bahwa kita adalah pusat dari diri kita. Saat memiliki anak pusat dari seluruh gravitasi kehidupan kita adalah anak. Saat bernapas, berpikir, tersenyum bahkan menangis, anak adalah segalanya. Akan sangat sulit untuk berpikir bahwa "aku adalah segalanya dalam hidupku", satu-satunya yang harus difokuskan adalah anak, seperti bagaimana memberikan yang terbaik untuk anak, bagaimana mengasihi anak sepenuh hati, bagaimana membagi waktu bekerja dengan anak, bagaimana perkembangan anak, bagaimana kesehariannya disekolah, apakah ada yang mengganggunya, apakah dia baik-baik saja atau pertanyaan-pertanyaan lain yang begitu mengkhawatirkan melebihi dari kekhawatiran terhadap diri sendiri. Memilih untuk membesarkan anak berarti memilih untuk mementingkan seseorang yang bergantung hidupnya pada kita dibanding ego kita sendiri. 


Motherhood merupakan sebuah proses yang berat bahkan sangat berat untuk dilalui. Ada ribuan air mata yang akan keluar nantinya, namun ada ratusan ribu tawa yang juga beriring dengan kesedihan. Ada tanggung jawab yang besar untuk menjadi guru terbaik dan panutan seumur hidup bagi anak. Ada ego yang nyaris hilang, ada diri yang tak lagi terpikirkan, ada harapan yang terbaikan. Terkadang ada keinginan yang terpendam dan mengusik untuk diteriakkan, namun belajar menghargai keputusan, membesarkan dengan sepenuh hati, melakukan yang terbaik tanpa berharap sedikit pun balasan atau kehendak yang dituruti adalah esensi sejati dalam motherhood yang tidak banyak dipahami oleh perempuan yang memilihnya.

Anak adalah sebuah kertas putih nan bersih tanpa noda. Noda-noda yang berbekas pada kertas itu adalah hasil dari didikan kita. Jangan pernah mengharapkan noda itu berwarna merah saat kita menuliskannya menggunakan tinta hitam.  Jangan pernah berharap anak menjadi sesuatu yang dia sendiri tidak menginginkannya. Dia adalah individu yang sama dengan kita, MANUSIA. Dia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Jangan karena kita membesarkannya kemudian kita merasa berhak dalam menentukan masa depannya. Biarkan anak menggapai mimpinya setinggi yang dia inginkan. Biarkan setiap anak tumbuh dengan bakat, minat dan keahlian yang berbeda-beda karena dunia ini akan jauh lebih indah ketika banyak perbedaan. Saling menghargai adalah sebuah kunci yang sangat penting. 

Satu pesan untuk orang tua yang kini sedang menjalani motherhood atau orang-orang yang nantinya memilih untuk menjalani motherhood, yaitu: "Tidak ada seorang anak pun yang meminta untuk dilahirkan di dunia yang hanya mampu menawarkan masalah dan dosa." Jadi, jangan pernah mengekangnya atas sesuatu yang tidak pernah diinginkannya. 

N.O.F.

02 Desember 2017

Komentar

Postingan Populer